HP CS Kami 0852.25.88.77.47(WhatApp)

Archive for the Tesis Administrasi Publik Category

Tesis – Potensi Konflik Pengelolaan Sumber Daya Alam Papua

Contoh Tesis MAP Potensi Konflik Pengelolaan  Sumber Daya Alam  Papua (Studi tentang Pengoperasian  PT. BP LNG TANGGUH di Daerah Kepala Burung Propinsi Papua)

Iluatrasi Pertambangan

Iluatrasi Pertambangan

Latar Belakang Penelitian 

Perdebatan yang dilatarbelakangi adanya perbedaan kepentingan tersebut cenderung semakin tajam dan mengarah kepada aktivitas yang apabila tidak disikapi secara arif akan menjurus terjadinya konflik. Konflik dapat terjadi antara kepentingan pemerintah pusat dengan kepentingan pemerintah daerah, atau mungkin terjadi konflik antar pemerintah daerah, dan dapat pula terjadi konflik horisontal antar masyarakat di daerah yang bersangkutan.

Konflik antar rakyat melawan perusahaan pertambangan sebagai pelaksana kebijakan dan eksploitasi sumber daya alam dari pemerintah pusat banyak terjadi di beberapa daerah yang mempunyai sumber daya alam yang besar. Sebagai contoh berikut disajikan beberapa konflik yang terjadi di daerah; di Provinsi Riau terjadi konflik antara PT. Caltex Indonesia dengan penduduk Suku Sakai yang merasa bahwa hak-hak mereka diabaikan dan mereka masih hidup dalam kemiskinan dan keterbelakangannya

 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang sebagaimana telah diuraikan di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah :

  1. Bagaimana  peta  konflik dalam pengelolaan sumber daya alam LNG Tangguh di  daerah Kepala   Burung Provinsi Papua?
  2. Upaya-upaya apakah yang perlu dilakukan untuk meminimalisir kemunculan konflik tersebut?

 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

  1. Mendiskripsikan potensi-potensi konflik dalam pengelolaan sumber daya alam LNG Tangguh di daerah Kepala Burung Provinsi Papua
  2. Untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan pemerintah daerah dalam pengembangan kerjasama antar daerah dalam rangka meminimalisir kemunculan konflik.

Kesimpulan

Pembahasan tentang peta potensi konflik dan langkah-langkah untuk meminimalkan konflik di Daerah Kepala Burung menghasilkan beberapa kesimpulan berikut.

1. Pertama, peta potensi konflik lebih banyak didominasi oleh kepemilikan hak atas tanah yang belum diakui secara penuh oleh pemerintah ataupun oleh BP Tangguh. Hal ini dibuktikan dengan sikap pemerintah yang tidak sepenuhnya melibatkan suku-suku pemilik tanah adat dalam proses pengambilan keputusan BP Tangguh.  Meskipun sebagian kompensasi dan komitmen pemerintah maupun BP Tangguh telah dirasakan oleh masyarakat, tetapi trauma atas pola pengelolaan sumber daya alam di tanah Papua masih menghantui masyarakat. Ini ditunjukkan dengan persepsi masyarakat yang cenderung negatif terhadap kehadiran perusahaan-perusahaan pertambangan atau pengolahan hasil hutan.  Kasus PT Freeport selalu menjadi referensi masyarakat yang membuktikan buruknya perlakuan perusahaan dan pemerintah terhadap masyarakat Papua, khususnya yang mempunyai hak ulayat atas lokasi yang dijadikan daerah penambangan.

  • Lokasi eksplorasi dan eksploitasi LNG Tangguh yang tersebar di berbagai daerah otonom yaitu di Manokwari, Sorong Selatan dan Teluk Bintuni mengharuskan masing-masing pemerintah daerah untuk saling berkoordinasi dengan pemerintah provinsi maupun dengan pihak BP Tangguh. Strategi Penyebaran dan Pemerataan Pertumbuhan atau biasa disebut dengan SP3 menunjukkan adanya komitmen pemerintah dan pihak BP Tangguh dalam mengembangkan dan memberdayakan masyarakat di sekitar pertambangan.
  • Terdapat empat pola konflik yang menyertai beroperasinya BP Tangguh yaitu konflik sebagai efek dari pelaksanaan desentralisasi pemerintahan, konflik antar masyarakat,  efek konflik sebelumnya yang terjadi antara institusi dan masyarakat, serta konflik sebagai efek dari tidak adanya kerjasama yang melibatkan seluruh komponen.
  • Meskipun SP3 dirumuskan dan dibentuk untuk menciptakan kawasan pertumbuhan yang bersifat komplementer antara daerah satu dengan daerah lainnya, tidak berarti membolehkan terjadinya pelanggaran atas hak terhadap tanah adat yang justru oleh undang-undang diakui keberadaannya. Karena itu, dalam sikap pemerintah yang tidak akomodatif terhadap aspirasi masyarakat Papua hanya akan menambah potensi konflik antara masyarakat dan pemerintah maupun antara masyarakat dan BP Tangguh.

2. Kedua, upaya-upaya untuk meminimalkan konflik harus dilakukan secara simultan dan bersama-sama antara pemerintah, BP Tangguh, masyarakat adat setempat, dan LSM-LSM yang selama ini memberikan pendampingan dan menjadi alternatif bagi masyarakat untuk mendapatkan pembelaan.  Minimalisasi konflik dengan cara membangun kesamaan persepsi di antara semua pihak yang terlibat menjadi kebutuhan yang mendesak untuk dilakukan di semua tingkatan, baik di tingkat desa yang terpengaruh langsung terhadap proyek BP Tangguh, marga, ataupun suku-suku, distrik, ataupun  pemerintah daerah.

Persepsi bersama harus diarahkan pada satu komitmen untuk tumbuh bersama dalam kerangka yang jelas, terukur, dan transparan sehingga tidak menimbulkan kecurigaan dari salah satu pihak.  Meskipun proses pengambilan keputusan akan berjalan ulet dan lama, keterlibatan masyarakat dalam setiap proses pengambilan keputusan yang berkaitan langsung dengan tanah adat  akan lebih menjamin kelangsungan dan stabilitas keamanan proyek-proyek pembangunan ataupun LNG Tangguh khususnya

Peran Dewan Sekolah Smp Negeri 1 Piyungan Di Kabupaten Bantul

Contoh Tesis MAP Peran Dewan Sekolah Smp Negeri 1 Piyungan Di Kabupaten Bantul

Sosialisasi Sekolah

Sosialisasi Sekolah

Latar Belakang Tesis :

Pergeseran pengelolaan sekolah dari sentralistik birokratis yang sudah diterapkan selama puluhan tahun kepada pemberian otonomi lebih besar kepada sekolah yang melibatkan partisipasi masyarakat memang tidak mudah diterapkan. Hal ini dikarenakan perubahan tersebut menyangkut perubahan paradigma, yaitu dari paradigma sentralisasi ke paradigma desentralisasi. Selama ini isu desentralisasi umumnya dimaknai sebagai isu devolusi kekuasaan atau kewenangan dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Namun sebenarnya titik berat desentralisasi dan otonomi daerah tidak hanya pada isu kepentingan dan ketegangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, namun juga harus dimaknai sebagai isu devolusi kekuasaan atau kewenangan dari negara (state) kepada masyarakat. Pemaknaan yang terakhir tersebut, merupakan penerjemahan atas paradigma “pembangunan yang berpusat pada rakyat” (people-centered development) sebagai pembaharuan atas paradigma pembangunan sebelumnya yang selalu dikendalikan secara ketat oleh birokrasi pemerintah (Nasikun, 2002).

Dunia pendidikan merupakan salah satu bidang yang tidak luput dari cakupan paradigma desentralisasi tersebut, karena salah satu faktor yang ditengarai sebagai penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia adalah pengelolaan yang sentralistis. Dalam pemaksaan desentralisasi sebagai devolusi kekuasaan atau kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, dengan lainnya Undang – Undang No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah, maka pendidikan merupakan salah satu tanggung jawab yang diserahkan kepada pemerintah daerah, khususnya pendidikan dasar dan menengah. Pemberian otonomi tersebut merupakan beban yang tidak ringan, sehingga harus diwaspadai agar pendidikan harus tetap terjaga mutunya dan mampu menjawab berbagai tantangan perkembangan yang mutakhir.

Perumusan Masalah 

Sebagai lembaga yang relatif baru yang “diperkenalkan” oleh pemerintah, adalah sulit mengharapkan Dewan Sekolah tersebut bisa langsung berperan sebagaimana yang diharapkan. Banyaknya berita “miring” di media massa mengenai Dewan Sekolah, mengindikasikan bahwa lembaga ini masih jauh dari harapan dalam menjalankan perannya. Oleh karena itu menjadi menarik untuk mengkaji peran  Dewan Sekolah sejauh ini. Apabila Dewan Sekolahyang ada ternyata belum mampu melaksanakan perannya dengan benar, berarti harapan adanya pengelolaan pendidikan yang berbasis pada sekolah dan berbasis pada masyarakat belum dapat diwujudkan.

Berdasarkan latar belakang tersebut, dengan mengambil comtoh salah satu sekolah menengah tingkat pertama di Kabupaten Bantul maka permasalahan yang bisa diajukan dalam kajian ini adalah :

  1. Bagaimana aspek internal organisasi, yakni: struktur organisasi dan perencanaan, tanggung jawab, komunikasi serta partisipasi dari anggota dan stakeholders dalam pelaksanaan peran dewan sekolah SMP negeri 1 Piyungan di Kabupaten Bantul?
  2. Seberapa jauh konteks organisasi (manajemen sekolah, kebijakan pemerintah kabupaten, kebijakan dewan sekolah dan partisipasi LSM) memberikan dukungan bagi pelaksanaan peran dewan sekolah SMP Negeri 1 Piyungan di Kabupaten Bantul?

 Tujuan Penelitian 

Sesuai dengan rumusan masalah tersebut, penelitian ini bertujuan untuk :

  1. Menggambarkan pelaksanaan peran Dewan Sekolah pada SMP Negeri 1 Piyungan melalui beberapa unsur/aspek internal organisasi : struktur organisasi dan perencanaan, tanggungjawab, komunikasi serta partisipasi dari anggota stakeholders.
  2. Memahami seberapa jauh konteks organisasi (aspek eksternal) yang meliputi: manajemen sekolah, kebijakan pemerintah kabupaten, kebijakan dewan sekolah dan partisipasi dari LSM dalam memberikan dukungan bagi pelaksanaan peran Dewan Sekolah SMP Negeri 1 Piyungan.

 Kesimpulan 

Dari berbagai uraian mengenai peran Dewan Sekolah SMP Negeri 1 Piyungan,  dapat diambila beberapa kesimpulan sebagai berikut :

  1. dengan menggunakan peran manajer yang dikembangkan oleh Henry Mintzberg, dapat dikatakan bahwa Dewan sekolah SMP Negeri 1 Piyungan telah melaksanakan peran hubungan antarpribadi (interpersonal role), peran yang berhubungan dengan informasi (informational role), dan peran pembuat keputusan (decision role), meskipun belum optimal. Pelaksanaan peran hubungan antar pribadi ditunjukan dngan kehadiran anggota Dewan Sekolah pada acara-acara yang diselenggarakan oleh sekolah maupun organisasi lain. Dengan menghadiri berbagai acara tersebut dan kegiatan khusus Dewan Sekolah, Dewan Sekolah sekaligus melaksanakan peran yang berkaitan dengan informasi, baik sebagai monitor, disseminator maupun juru bicara. Dewan Sekolah juga melaksanakan peran sebagi pembuat keputusan, yang biasanya dilakukan melalui rapat pleno dan rapat koordinasi Dewan sekolah yang kemudian dilaksanakan baik oleh Dewan Sekolah sendiri maupun oleh Kepala Sekolah. Apabila dilihat dengan menggunakan indukator kinerja Dewan Sekolah yang dirumuskan oleh Departemen Pendidikan Nasional, Dewan Sekolah SMP Negeri 1 Piyungan juga sudah melaksanakan peran sebagai badan pertimbangan, badan pendukung, badan pengontrol dan sebagai mediator. Akan tetapi pelaksanaan peran dimaksud masih terbatas pada peningkatan sarana dan prasarana, pembahasan dan pengesahan RAPBS, mobilitasi dana dari masyarakat khususnya dari orang tua murid, pengelolaan anggaran, serta proses belajar-mengajar secara umum. Sedangkan untuk hal-hal yang lebih mendasar seperti mengidentifikasi sumber daya pendidikan yang ada di masyarakat dan memobilitasinya ke sekolah, memberikan kualitas kebijakan di sekolah dan mengontrol proses perencanaan pendidikan di sekolah belum dilaksanakan.
  2. Sebagian aspek internal organisasi Dewan Sekolah SMP Negeri 1 Piyungan, yakni: a) struktur organisasi dan perencanaan; b) komunikasi; c) partisipasi; dan d) tanggung jawab (akuntabilitas, responsibilitas dan responsivitas) sebagian sudah berjalan dengan baik, tetapi sebagian lagi belum.
    • Dewan Sekolah SMP Negeri 1 Piyungan mempunyai struktur organisasi yang sederhana dan dalam pelaksanaanya cenderung menggunakan struktur matrik dan bersifat ad hoc sesuai kebutuhan. Penggunaan struktur ini lebih fleksibel, karena bisa disesuaikan dengan permasalahan yang dihadapi dan lebih sesuai dengan kondisi anggota Dewan Sekolah yang masing-masing mempunyai aktivitas utama di luar jabatannya sebagai anggota Dewan Sekolah. Dalam perencanaan Dewan Sekolah SMP Negeri 1 Piyungan masih lemah, karena belum menyusun perencanaan, baik yang bersifat strategis, perencanaan taktis maupun perencanan operasional. Kegiatan yang dilaksanakan semata-mata merespon tuntutan kebutuhan dari sekolah maupun dari orang tua murid.
    • Komunikasi internal organisasi Dewan Sekolah tidak mengalami hambatan, baik komunikasi vertical maupun horizontal. Sedangkan untuk dimensi komunikasi luar organisasi, Dewan Sekolah melakukan komunikasi dengan pemerintah dan organisasi lain. Komunikasi dengan sekolah sudah berjalan dengan baik, baik melalui rapat koordinasi maupun secara perorangan dan informal, tetapi komunikasi dengan orang tua murid masih kurang, karena baru dilaksanakan dua kali dalam satu tahun dan kurang efektif untuk saling menyampaikan pesan. Kurangnya komunikasi dengan orang tua murid ini terlihat dengan kurangnya pemahaman orang tua murid terhadap peran dewan sekolah dan kesadaran yang masih rendah untuk ikut terlibat dalam pengelolaan pendidikan di sekolah.
    • Rata-rata anggota Dewan Sekolah aktif berpartisipasi dalam kegiatan Dewan Sekolah yang sifatnya formal, seperti pertemuan-pertemuan. Akan tetapi tuntutan partisipasi yang lebih aktif dari dewan sekolah, seperti mensosialisasikan peran Dewan Sekolah kepada masyarakat serta menjaringaspirasi dari masyarakat belum semua anggota Dewan Sekolah aktif melaksanakan. Di sisi lain, partisipasi orang tua murid untuk ikut aktof dalam pengelolaan pendidikan masih sangat rendah.
    • Prinsip akuntabilitas sudah cukup dilaksanakan oleh Dewan Sekolah SMP Negeri 1 Piyungan. Hal ini tercermin dari penyampaian laporan keuangan yang dikelola oleh Dewan Sekolah kepada orang tua murid. Kompetensi tknis yang merupakan salah satu unsur dari responsibilitas ternyata belum dimiliki oleh semua anggota Dewan Sekolah. Hanya sebagian kecil saja dari anggota Dewan Sekolah yang menunjukan kopetensi teknis yang memadai, yang dapat dilihat dari latar belakang pendidikan, pekerjaan maupun pengalaman organisasi dan ditujukkan melalui aktifitasnya sebagai anggota Dewan Sekolah. Namun dalam menjalankan perannya, anggota Dewan Sekolah telah menjunjung nilai-niali etis, seperti keadilan dan keterbukaan sebagai unsur lain dari responsibilitas. Masalah-masalah dan masukan yang disampaikan oleh orang tua murid selalu mendapatkan tanggapan dan tindak lanjut dari Dewan Sekolah. Hal ini menunjukan bahwa Dewan Sekolah cukup responsive, tetapi dengan tingkat pertisipasi dari masyarakat yang masih rendah dan komunikasi yang kurang, Dewan Sekolah belum bisa mengidentifikasi kebutuhan masyarakat secara tepat.

Pengaruh Dimensi-dimensi Kualitas Terhadap Kinerja Organisasional

Contoh Tesis MAP ~ Pengaruh Dimensi-Dimensi Kualitas Terhadap Kinerja Organisasional

Diskusi Antar Pekerja

Diskusi Antar Pekerja

Latar Belakang Skripsi 

Benson, Saraph, dan Schroedor (1991) dalam suatu modekl system structural yang dikemukakan mencoba menghubungkan kualitas organisasional, manajemen kualitas aktual, manajemen kualitas ideal, dan kinerja kualitas. Hasil penelitiannya mengindikasikan bahwa persepsi-persepsi para manajee terhadap manajemen kualitas yang aktual dan yang ideal dipengaruhi oleh konteks kualias organisasional. Konteks ini terdiri dari dukungan korporat untuk kualitas, kinerja kualitas yang lalu, pengetahuan manajerial, dan tingkat permintaan-permintaan kualitas eksternal.

Lebih lanjut, Schlesinger dan Haskett (1991) mengajukan model service profit chainnya. Model ini mengindikasikan bahwa kepuasan pelanggan berakar dalam kepuasan pekerja. Serta, kepuasan pelanggan akan mempengaruhi profit yang akan diperoleh perusahaan. Profit ini merupakan salah satu ukuran keberhasilan kinerja suatu organisasi. Penelitian tersbut didukung oleh penelitian Ostriff (1992) yang menunjukkan bahwa kepuasan dan kesejahteraan pekerja dapat menghasilan efektivitas organisasional melalui perilaku-perilaku yang terkait dari para pekerja.

Rumusan Masalah

Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh Madu dan Kuei (1995); Madu, Kuei dan Lin (1995); serta Madu, Kuei dan Jacob (1996), dan dengan dikemukakannya beberapa model, maka peneliti bermaksud untuk menguji pengaruh dimensi-dimensi kualitas terhadap kinerja organisasional pada perusahaan-perusahaan di Indonesia, baik perusahaan manufaktur maupun perusahaan jasa. Hal ini dikarenakan pada penelitian-penelitian sebelumnya hanya melihat hubungan antar konstruk-konstruk multivariat dan belum melihat tingkat pengaruh berbagai dimensi tersebut. Penelitian ini juga dimaksudkan untuk mengetahui secara empiris sampai seberapa jauh pemahaman para praktisi kualitas di Indonesia tentang pentingnya kualitas bagi keberhasilan organisasi. Berdasarkan pada uraian di atas dapat dirumsuakn masalah sebagai berikut :

  1. Apakah terdapat pengaruh secara signifikan dimensi-dimensi kualitas kepuasan pelanggan, kepuasan pekerja, dan kualitas pelayanan pekerja terhadap kinerja organisasional  pada perusahaan-perusahaan di Indonesia ?
  2. Apakah terdapat pengaruh secara signifikan dimensi-dimensi kualitas terdapat kinerja organisasional pada perusahaan-perusahaan jasa di Indonesia ?
  3. Apakah terdapat pengaruh secara signifikan dimensi-dimensi kualitas terdapat kinerja organisasional pada perusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia ?
  4. Apakah terdapat perbedaan pengaruh dalam dimensi-dimensi kualitas terdapat kinerja organisasional antara perusahaan-perusahaan jasa dan perusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia ?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

  1. Untuk menguji pengaruh dimensi-dimensi kualitas kepuasan pelanggan, kepuasan pekerja, kualitas pelayanan pekerja terhadap kinerja organisasional pada perusahaan-perusahaan di Indonesia
  2. Untuk menguji pengaruh dimensi-dimensi kualitas terhadap kinerja organisasional pada perusahaan jasa di Indonesia
  3. Untuk menguji pengaruh dimensi-dimensi kualitas terhadp kinerja organisasional pada perusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia
  4. Untuk menguji ada tidaknya perbedaan pengaruh dimensi-dimensi kualitas terhadap kinerja organisasional antara perusahaan-perusahaan jasa perusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia.

Kesimpulan

Berdasarkan analsisi data yang telah diuraikan pada BAB IV, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian ini memberikan bukti empiris. Meskipun dalamporsi yang kecil, hasil penelitian ini membangu memperoleh pemahaman yang lebih komprehensif tentang hubungan antara dimensi-dimensi kualitas dan kinerja organisasional.

Penelitian ini menunjukkan bagaimana dimensi-dimensi kualitas memberikan nilai tambah bagi kinerja organisasional. Penelitian ini menemukan bukti empiris yang kuat bahwa dimensi-dimensi kualitas memiliki pengaruh terhadap kinerja organisasional. Meskipun dari dimensi-dimensi kualitas tersebut hanya kepuasan pekerjalah yang dinilai sangat signifikan mempengaruhi kinerja organisasional. Namun kedua dimensi lainnya (kepuasan pelanggan dan kualitas pelayanan pekerja) tidak boleh diabaikan karena kedua dimensi tersebut berkorelasi dengan kinerja organisasional (p < 0.001; p < 0.025).

Akses Publik UMKM Terhadap Fasilitas Kredit Di BRI

Contoh Tesis MAP ~ Akses Publik UMKM Terhadap Fasilitas Kredit Di Bank Rakyat Indonesia

Salah Satu Transaksi Di Bank BRI

Salah Satu Transaksi Di Bank BRI

Latar Belakang Tesis :  

Reformasi ekonomi, politik, sosial-budaya, dan moral, membuka jalan pada reformasi total mengatasi berbagai kesenjangan sosial-ekonomi yang makin merisaukan antara mereka yang kaya dan mereka yang miskin, antara daerah-daerah yang maju seperti Jawa dan daerah-daerah luar Jawa yang tertinggal.

Di masa reformasi, kebijakan Pemerintah Indonesia dibidang Otonomi Daerah, telah berpengaruh secara nyata terhadap sistem pemerintahan dan keuangan. Dari sentralisasi kepada desentralisasi. Hal tersebut sesuai dengan UU Nomor 22 tahun 1999 jo UU Nomor 32 tahun 2004, dimana pemberian kewenangan otonomi daerah tersebut adalah dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab, termasuk dalam hal ini terutama adalah kewenangan dalam desentralisasi fiskal sebagaimana diatur dalam UU Nomor 25 tahun 1999 jo UU Nomor 32 tahun 2004.

Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah dapat dikemukakan sebagai berikut :

  1. Bagaimana akses publik dalam hal ini UMKM terhadap fasilitas kredit dari Perbankan Khususnya BRI Unit ?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian pada latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini dapat dikemukakan untuk mengetahui bagaimana akses fasilitas kredit dari BRI Unit kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

Pelayanan Dari Pegawai Bank BRI

Pelayanan Dari Pegawai Bank BRI

Kesimpulan

Hasil penelitian ini mendapatkan kesimpulan sebagai berikut:

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pencairan kredit sector usaha kecil dan menengah perbankan secara umum lebih dititik beratkan pada aspek collateral dibandingkan dengan aspek  character, capacity, capital, dan condition. Namun ada kebijakan khusus diluar prosedur standar yang diberlakukan oleh pihak Bank Rakyat Indonesia dimana untuk mendapatkan Kredit dengan fasilitas K-3 sampai dengan Rp. 3.000.000,- maka tidak diperlukan jaminan. Sebagai gantinya, calon kreditur wajib menunjukkan barang atau perabotan di rumah yang dimiliki yang dinilai cukup likuid.

Strategi kebijakan yang diterapkan oleh Bank Rakyat Indonesia tersebut dilakukan dengan berpedoman pada asas selektivitas yang tinggi dengan tetap berpegang pada prudential banking principles. Dengan adanya strategi kebijakan tersebut, Bank Rakyat Indonesia terpelihara dengan nilai rata-rata NPL pada tahun 2003-2005 hanya sebesar 1,57 persen. Ini menunjukkan bahwa Bank Rakyat Indonesia telah mencapai target yang ditetapkan sebesar 5 persen.

Open chat
Hallo ????

Ada yang bisa di bantu?